1. Pembagian pajak menurut golongannya
Menurut golongannya pajak dapat dibagi ke dalam pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pembagian pajak ke dalam pajak langsung dan pajak tidak langsung dapat ditinjau dari segi ekonomis dan dari segi administrative.
1.1 Pajak Langsung
a. Dari segi ekonomis
Dari segi ekonomis, pajak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh wajib pajak, dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Misalnya : Pajak Penghasilan.
b. Dari segi administrative
Dari segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang dikenakan atas surat ketetapan pajak (kohir) dan pengenaannya dilakukan secara berkala (periodik). Misalnya : tiap-tiap bulan.
1.2 Pajak tidak langsung
a. Dari segi ekonomis
Dari segi ekonomis, pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dilimpahkan oleh yang membayar kepada pemikul (konsumen). Jadi pajak tidak langsung ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain.
Misalnya : Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. Dari segi administrative
Dari segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang tidak dikenakan berdasarkan atas surat ketetapan pajak dan pemungutannya tidak dilakukan secara berkala. Pengenaan pajak tidak langsung biasanya dikaitkan dengan tindakan perbuatan atau kejadian. Misalnya : jual beli barang.
Dalam kaitanya dengan pajak tidak langsung terdapat adanya dua macam pergeseran beban pajak, yaitu :
1. Pergeseran ke muka (Forward Shifting)
Pergeseran ke muka adalah pergeseran beban pajak searah dengan arus barang, yaitu dari produsen kepada konsumen. Pergeseran ini sifatnya menaikkan harga barangkarena pembeli harus membayar harga barang ditambah dengan pajak.
Misalnya : Penjualan Barang Kena Pajak dari pabrikan kepada pembeli, maka pembeli harus membayar harga barang ditambah dengan Pajak Pertambahan NIlai (PPN)
2. Pergeseran ke belakang (Backward Shifting)
Pergeseran ke belakang adalah pergeseran beban pajak yang bertentangan dengan arus barang, yaitu pembeli menggeser beban pajak kepada penjual. Pergeseran beban pajak jenis inisifatnya menurunkan harga atau menurunkan jumlah penerimaan uang yang dibayarkan kepada penjual (produsen). Jadi jumlah uang yang akan diterimakan atau akan diterima penjual (produsen) dikurangi dengan Pajak Pertambahan Nilai.
Misalnya : Penjualan tembakau dari petani kepada pabrik rokok.
Pengenaan pajak tidak langsung pada umumnya dilakukan dengan cara fiskus bertatapan dengan wajib pungutnya, bukan dengan wajib pajak, sehingga hal ini lebih memungkinkan terciptanya efisiensi dan efektifitas pemungutan pajak. Karena dengan satu wajib pungut bisa menjaring banyak wajib pajak bahkan mungkin bias ratusan atau ribuan wajib pajak.
Secara ekonomis, untuk membedakan pajak langsung dan pajak tidak langsung, dapat dilihat adanya tiga unsur, yaitu :
· Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formil yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
· Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya dalam arti ekonomis memikul beban pajak.
· Pemikul beban pajak adalah orang yang menurut maksud pembuat undang – undang harus memikul beban pajak (destinataris).
Jika ketiga unsur tersebut terdapat pada seseorang atau satu badan, maka pajak tersebut adalah pajak langsung. Dan jika terpisah, artinya unsur-unsur tersebut terdapat lebih dari satu orang, maka pajak tersebut adalah pajak tidak langsung. Sebagai contoh dapat dikemukakan mengenai pemungutan cukai tembakau dimana ketiga unsur tadi tidak berada pada satu orang atau badan (tetapi terpisah), yaitu :
1. Pabrikan : Ditunjuk sebagai penanggung jawab pajak, ia harus membeli pita cukai.
2. Agen rokok : Merupakan penanggung pajak, ia setiap kali mengambil rokok dari pabrik harus sekaligus membayar cukai rokok.
3. Konsumen : Adalah destinataris pajak, karena dialah yang sesungguhnya dituju oleh undang-undang untuk memikul beban cukai tersebut.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pajak langsung menurut pengertian ilmu ekonomi adalah pajak yang beban pajaknya tidak bisa dialihkan kepada pihak lain dan pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya bisa dialihkan kepada pihak lain.
2. Pembagian pajak berdasarkan kewenangan pemungutannya
Berdasarkan kewenangan pemungutannya pajak dibagi ke dalam pajak-pajak pusat (pajak Negara) dan pajak-pajak daerah.
a. Pajak-pajak pusat (pajak negara)
Pajak pusat adalah pajak-pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat. Pajak-pajak pusat yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984, menggantikan Undang-Undang Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, dan UU Pajak atas Bunga Deviden dan Royalty (PBDR) 1970.
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM)
Diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal1 April 1985, yang menggantikan UU Pajak Penjualan 1951.
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1985. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 dan telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 tahun 1994.
4. Bea materai diatur dalam undang-undangnomor 13 tahun 1985. Undang –undang ini mulai berlaku tanggal 1 Januari menggantikan Peraturan dan Undang-Undang bea materai lama (ABM 1921).
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997.
b. Pajak-Pajak Daerah
Adalah pajak-pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah, untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga Pemerintah Daerah tersebut. Adapun yang dimaksud dengan daerah disini adalah daerah otonom, yaitu daerah yang berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah ini terdiri atas Daerah Tingkat I dan Daerah tingkat II, sekarang diganti dengan sebutan Daerah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan perubahan tersebut maka Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi :
1. Pajak daerah Tingkat I (Pajak propinsi)
[ Pajak Kendaraan Bermotor
[ Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
[ Pajak Bahan Bakar Kendaraa Bermotor
[ Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan air bawah Tanah dan air permukaan
2. Pajak daerah tingkat II (Kabupaten/Kota)
[ Pajak Hotel
[ Pajak Restoran
[ Pajak Hiburan
[ Pajak Reklame
[ Pajak penerangan jalan
[ Pajak Pegambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
[ Pajak Parkir
Ditinjau dari segi fungsi,obyek dan penggunaanya maka terdapat perbedaan antara pajak-pajak pusat dengan pajak-pajak daerah :
1. Perbedaan dari segi fungsinya
· Pajak pusat : sebagai alat untuk melaksanakan Kebijaksanaan. Misalnya berfugsi sebagai sarana untuk menahan atau mengurangi keluar msuknya orang atau barang dari atau ke dalam Negara, seperti PBA dan Pajak Barang.
· Pajak daerah : mempunyai fungsi yang bertolak dengan pajak pusat,karena berdasarkan pasal 4 ayat 2 peraturan Pajak daerah merintangi keluar masuknya pengangkutan barang atau orang dari atau kedalam suatu daerah.
2. Perbedan dari segi objeknya
· Pajak Pusat : Objek pemungutannya relative tidak terbatas.
· Pajak Daerah : Objek pemungutannya terbatas jumlahnya
Dalam arti pajak yang telah dipungut pemerintah pusat tidak boleh dipungut pemerintah daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 12 Peraturan pajak daerah yang mengatakan bahwa lapangan pajak daerah adalah lapangan yang belum dipergunakan oleh pusat.
3. Perbedan dari segi penggunaannya
· Pajak Pusat : Dipergunakan untuk pembiayaan Negara
· Pajak Daerah : Dipergunakan untuk pembiayaan daerah
3. Pembagian Pajak Berdasarkan sifatnya
Prof. Adriani membedakan pajak menjadi dua yaitu :
a) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya , dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutan pajak subjektif ini harus ada hubungan antara Negara pemungut dengan subjek pajaknya, yang dulu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
· Pajak Subjektif yang dipungut dari perorangan, misalnya Pajak Pendapatan
· Pajak subjektif yang dipungut dari badan – badan usaha, misalnya Pajak Perseroan
b) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Dalam pemungutan pajak objektif harus ada hubungan antara Negara pemungut pajak dengan objek pajaknya. Pajak objektif selalu dipungut berdasarkan asas sumber, sedangkan pada pajak subjektif dipungut berdasarkan asas domisili dan asas nasionalitas.
Karena objek pajak dapat berupa keadaan, peristiwa, dan perbuatan maka ada tiga macam pajak objektif, yaitu :
· Pajak objektif yang dipungut karena keadaan
Misalnya pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak luar negeri, adanya kekayaan yang terletak di Negara pemungut pajak, adanya penghasilan di wilayah Negara pemungut pajak, adanya benda – benda yang dinyatakan sebagai benda – benda yang kena pajak di Negara yang memungut pajak.
· Pajak objektif yang dipungut karena perbuatan
Misalnya adanya peralihan barang, rumah, kapal, dan kendaraan bermotor, di situ dikenai bea balik nama. Adanya penyerahan barang dari pabrikan ke pedagan besar, di situ dikenai pajak karena adanya pertambahan nilai (UU no 8 tahun 1983)
· Pajak objektif yang dipungut karena peristiwa
Misalnya bea warisan yaitu bea yang dipungut atas harta peninggalan yang diwarisi atau diperoleh seseorang.
jar blog pajakmu udah lama banget gk di update hehehe...
BalasHapus