A. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Adapun yang menjadi subjek pajak sesuai undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 adalah :
a. 1. Orang pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b. badan, dan
c. bentuk usaha tetap
Pajak pengasilan Orang pribadi:
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri,
1. Subjek pajak dalam negeri
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tetentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
1. Pembentukannya berdasarkan peraturan perundang-undangan
2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan
4. Pembukuaanya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
c. Warisan yang belum terbagi menggantikan yang berhak.
2. Subjek pajak luar negeri
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan, dan
c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Adapun yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pridadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
a. Tempat kedudukan manajemen
b. Cabang perusahaan
c. Kantor perwakilan
d. Gedung kantor
e. Pabrik
f. Bengkel
g. Gudang
h. Ruang untuk promosi dan penjualan
i. Pertambangan dan penghasilan sumber alam
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia, dan
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
a. Kantor perwakilan Negara asing
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka denga syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
1. Indonesia menjasi anggota organisasi tersebut, dan
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
1. Subjek pajak orang pribadi
a. Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat lahir di Indonesia,
b. Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai sejak saat orang tersebut berada di Indonesia,
c. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usahanya di Indonesia,
d. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Subjek pajak badan
a. Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
b. Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya mulai pada saat badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
3. Subjek pajak warisan yang belum terbagi
Untuk warisan yang belum terbagi, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia. Warisan yang belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan penghasilan. Mengenai siapa yang bertanggungjawab atas pajak penghasilan warisan yang belum terbagi tersebut, undang-undang tidak menentukan.
Menurut Rachmat Soemitro, yang bertanggung jawab adalah :
1. Pelaksana warisan (executor testamenter),
2. Salah seorang ahli waris (yang tidak menolak warisan), dan
3. Semua ahli waris dari orang-orang lain yang mendapat bagian dari warisan itu, bertanggung jawab secara renteng atas pajak penghasilan.
Berakhirnya kewajiban pajak subjektif
1. Subjek pajak orang pribadi
a. Bagi subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
b. Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau tidak melakukan kegiatan di Indonesia,
c. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usahanya di Indonesia,
d. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat orang tersebut tidal ;agi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
2. Subjek pajak badan
a. Bagi subjek pajak danan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia,
b. Bagi subjek badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saaat badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
3. Subjek pajak warisan yang belum terbagi
Untuk warisan yang belum terbagi kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagikan kepada para ahli warisnya masing-masing, dan sejak saat itu pula beralih pemenuhan kewajiban pajaknya kepada para ahli warisnya.
PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan
PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap.
Adapun objek pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :
a. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
1. Dividen,
2. Bunga,
3. Royalti,
4. Hadiah.
1. Dividen,
2. Bunga,
3. Royalti,
4. Hadiah.
b. Sebesar 2% (dua pesen) dari jumlah bruto atas :
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan,
2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan,
2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.
Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23 adalah :
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank,
b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi,
c. Dividen yang diterima oleh orang pribadi,
d. Bagian laba,
e. Sisa hasil usaha kioperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya,
f. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.
PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan adalah :
a. Dividen,
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,
c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan,
e. Hadiah dan penghargaan,
f. Pension dan pembayaran berkala lainnya,
g. Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya, dan/ atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
PPh Pasal 4 ayat 2
Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi,
b. Penghasilan berupa haiah undian,
c. Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura,
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan
e. Penghasilan tertentu lainnya.
Subyek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN-PPnBM)
1. Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2. Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau, memperoleh manfaat atas bumi dan /atau, memiliki atau menguasai bangunan; dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Mengenai apa yang dapat dijadikan objek pajak banyak sekali macamnya. Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Misalnya :
a. Keadaan : kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki kendaraan bermotor, radio, televisi ;
b. Perbuatan : melakukan penyerahan barang karena perjanjian, mendirikan rumah atau gedung ;
c. Peristiwa : kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak,
1. Objek pajak penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri,. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas yaitu “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini,
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
c. Laba usaha,
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang,
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
m. Karena penilaian kembali aktiva,
n. Premi asuransi,
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
s. Surplus Bank Indonesia.
2. Objek pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :
1. Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak,
2. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean,
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang kena pajak,
c. Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :
1. Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
2. Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,
3. Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
g. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
h. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan
3. Objek pajak PPn BM
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh atau perairan. Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :
1. Bangunan tempat tinggal (rumah)
2. Gedung kantor
3. Hotel
4. Pabrik
5. Emplasemen dan lain-lain
Semua ini merpakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut di atas, seperti :
1. Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2. Hotel
3. Kolam renang
4. Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
a. Pemindahan hak karena :
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Hibah wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
8. Penunjukan pembeli dalam lelang,
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
10. Penggabungan usaha,
11. Peleburan usaha,
12. Pemekaran usaha,
13. Hadiah.
b. Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak,
2. di luar pelepasan hak
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :
a. hak milik,
b. hak guna usaha,
c. hak guna bangunan,
d. hak pakai,
e. hak milik atas satuan rumah susun,
f. hak pengelolaan.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
a. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik,
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum,
c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut,
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama,
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf,
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
6. Objek pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata,
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya,
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya,
4. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a. Yang menyebutkan penerimaan uang,
b. Yang menyarankan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank,
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank,
d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan,
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek,
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.
Sedangkan yang tidak dikenakan Bea Materai adalah:
a. Dokumen yang berupa :
1. Surat penyimpanan barang
2. Konosemen
3. Surat angkutan penumpang dan barang
4. Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3
5. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
6. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman
7. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai angka 6
b. Segala bentuk ijazah
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu
d. Tanda bukti penerimaan Uang Negara dari kas Negara, kas Pemerintah Daerah dan Bank
e. Kuiansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas Negara, kas Pemerintah Daerah dan Bank
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank koperasi dan badan-badan dan lainya yang bergerak di bidang tersebut
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar